Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2007

PKI dan ketertindasan

HOLOCAUST TERHADAP PKI Oleh: Muhammad Sholihin Sudah beberapa tahun ini tidak ada lagi tayangan yang mengerikan, tayangan yang menyuguhkan ke publik tentang setan-setan merah ‘PKI’ yang melakukan tindakan biadab terhadap para jenderal dan dituding sebagai biqot pancasila. Akankah ini pertanda bahwa ‘PKI’ telah diampuni? Tanggal 30 September tiap tahunnya--pada masa Soeharto--tayangan ‘film’ G30 S/PKI selalu hadir dalam TV dan menemani masyarakat di Nusantara. Inilah potret bagaimana sejarah diwariskan pada generasi muda. Pada masa soeharto berkuasa di negeri ini, hampir di setiap tanggal 30 September ‘film’ G30 S/PKI ditayangkan dan menjadi ritualitas politik. Makanya tidak belebihan, jika film ini menyamai rating sinetron yang disukai oleh masyarakat Indonesia, faktanya ketika 30 September menjelang mayoritas masyarakat akan nongkrong di depan TVRI dan mengkhidmati film tragedi kemanusiaan ini. Tragedi kemanusian yang disebakan oleh PKI yang tel

RAMADHAN DAN RESTORASI TINDAKAN EKONOMI

RAMADHAN DAN RESTORASI TINDAKAN EKONOMI Oleh: Muhammad Sholihin Manusia adalah Hewan Bermoral Dan Tak Ada Tatanan Ekonomi Atau Politik Yang Bertahan Lama Kecuali Didasarkan Pada Basis Moral (Nigel Lawson) Menghayati ungkapan Nigel Nelson ini, terasa kian penting ditengah karut marut perekonomian dan kultur anak bangsa yang dibingkai dalam aksi-aksi post-kriminalitas. model bisnis yang berkerakter mafia, atau pun transaksi yang berbasis penipuan, bisnis berkedok pemberdayaan, bahkan politik dumping, predator harga, semua rangkaian perilaku ini telah membentuk terma post-kriminalitas yang dibangun atas velocity of act, dengan kombinasi teknologi dan strategi pemasaran—perilaku-perilaku rendah dalam ekonomi dimutasikan menjadi perilaku yang standar dan tidak terkesan problematik. Inilah dunia yang dikatakan oleh Yasraf Amir Piliang sebagai ‘Imagologi Of Suffering’ yang bermakna sebagai pencitraan yang pedih atas perilaku ekonomi yang kian tidak manusiawi.

KOGENSI SEKULERISME

KOGENSI SEKULERISME Oleh: Muhammad Sholihin (Peneliti Muda PSIK Univ. Paramadina/alumni MTI Candung-Bukittinggi) “Arkoun dalam mengkaji tradisi Islam telah mengunakan istilah “kapital simbolis”, dan bagaimana sebagian gerakan-gerakan politis ingin memanipulasinya untuk memobilisasinya ‘bagi kepentingan kekuasaan…” ( Hashim Shalih ) Menghayati ungkapan Hashim Shalih ini pada akhirnya akan menghantarkan kita pada pemahaman yang utuh terhadap sekulerisme. Sebab sekulerisme beberapa dekade ini dinilai sebagai “ beyond of Islam ”. Sekulerisme malah dinilai sebagai ‘isme’ yang bertentangan dengan Islam. Membicarakan sekulerisme terasa kian tabu ditengah-tengah gejolak gerakan mono-identitas. Dalam konteks ini, mengeluti sekulerisme dipersepsikan secara sepihak sebagai proses ‘deviasi’ dari Islam. Hingga tak jarang orang atau pun tokoh-tokoh yang mencoba memahami dogma agama yang berhubungan dengan kehidupan sosial, ekonomi bahkan politik secara kritis, malah d

terma puasa dan bangsa

RAMADHAN: ANTARA BERKAH DAN NESTAPA Oleh: Muhammad Sholihin Gema zikir dan lantunan Qur’an menyeruak di ruang publik, sebagai manifestasi bahwa Ramadhan melarutkan manusia dalam kesyahduan ibadah. Namun di sisi lain, kegelisahan amat nyata di raut wajah ibu-ibu, faktanya harga sembako mulai merangkak naik dan proses hegemoni pun berselencar di bulan Ramadhan. Soalnya, pelarangan oleh pemerintah berjualan di siang hari membatu di dalam bulan Ramadhan. Walhasil, Ramadhan kini hadir dalam bentuk wajah ganda yang paradoks. Ramadhan datang, maka ritualitas pun di mulai. Seruan untuk beribadah, saling mengisi dengan perbuatan yang menyejukan, dan saling memberi dengan sesama, selalu mewarnai Ramadahan. Terma-terma filantrophi yang ada dalam Islam mendapatkan persemaian dalam lahan subur yang disediakan oleh bulan Ramadhan. Lain lagi dengan persepsi da’i-da’i yang memenuhi ruang mesjid atau pun langgar-langgar mushalla bahwa berkah Ramadhan teletak pada “Maqfirah atau

tentang politik & demokrasi

UANG, POLITISI DAN MARGINALISASI DEMOKRASI Oleh: Muhammad Sholihin (Peneliti Muda PSIK Universitas Paramadina) Demokrasi diserang hampir dari segala lini, kelompok ekstrimis agama, pebisnis menyerang demokrasi secara gencar. Di mana, kelompok ekstrimis agama menyerang demokrasi dengan kekerasan. sementara itu, pebisnis menyerang demokrasi dengan uang. George W. Bush mengumpulkan 37 juta dollar, ini besar daripada yang dikumpulkan Bill Clinton atau Bob Dole selama kampanye 1996. John Corzine, mantan direktur Goldman Sachs, mengeluarkan 36 juta dolar dari kantongnya sendiri untuk memenangkan kursi senat. Kandidat yang kalah, Michael Huffington, mengeluarkan sebanyak 30 juta dollar ketika berusaha mendapatkan kursi Senate di California. Sementara itu, Kamis 6 September 2007, Chung Mong-Koo (Bos Group otomotif Hyundai dari Korea Selatan) dijatuhi hukuman tiga tahun penjara oleh pengadilan tinggi Seoul. Chung diajukan ke pangadilan karena meyediakan dana khusus bernilai jutaan

tentang demokrasi & minangkabau

DEMOKRASI DALAM ARUS ISLAM DAN MINANGKABAU Oleh: Muhammad Sholihin Satu prakondisi bagi demokrasi yang sesuai dengan prinsip Islam adalah bahwa prinsip-prinsip ini dapat ditafsirkan dalam cara yang cocok dengan masyarakat modern (Esposito) Tanpa kebajikan-kebajikan sipil berupa kepercayaan, itikad baik di antara para warga negara, dan pengabdian yang kuat terhadap cita-cita demokrasi, para individu dan masyrakat kehilangan kapasitas untuk mencapai tujuan-tujuan mereka ( William M. Sullivan ) Diskursus tentang Islam demokrasi adalah hal ‘ijtihadi’ dan proses pembentukannya sebagai ‘wacanan’ telah mengakar dalam peradaban Islam itu sendiri. Dalam konteks ini, demokrasi dipahami sebagai ide-ide universal yang menghantarkan dunia pada tatanan egaliter dalam segenap aspek kehidupan manusia. Sementara itu, Islam sebagai agama dunia pada dasarnya memuat landasan-landasan normatif bagi demokrasi dan landasan ini secara aktif mampu mendorong terciptanya tata

DEMOKRASI DALAM CENGKRAMAN ISLAM GARIS KERAS

DEMOKRASI DALAM CENGKRAMAN ISLAM GARIS KERAS Oleh: Muhammad Sholihin (Peneliti Muda PSIK Universitas Paramadina) Beberapa dekade ini, Indonesia telah terpenjara oleh gejala ekslusivisme agama. Hingga keshalehan agama pun telah melampaui batas private dan menelikung ke wilayah publik--Gerakan penegakan syari’at dan provokasi penegakan khilafah oleh Hisbut Tahrir Indonesia adalah fakta bahwa bangsa ini telah diselimuti oleh gerakan-gerakan ekslusivisme agama. Penafsiran liberal atau pun pemahaman kontekstual terhadap Islam diklaim sebagai bagian dari kesesatan beragama atau bid’ah yang diharamkan. Kata-kata ‘kafir dan halal darahnya’ menjadi hal yang di anggap keshalehan dalam beragama. Jargon menolak Yahudi dan umpatan terhadap Amerika Serikat dianggap bagian dari Jihad. Hingga pada akhirnya ‘sekulerisme, pluralisme dan liberalisme’ dianggap kesesatan yang akan menghancurkan umat. Tindakan akresif terhadap kemaksiatan telah dijadikan trend dalam memaha