Gigilku


GIGILKU


Oleh Muh. Sholihin
1/
Gigil ini masih berlarut, setelah mendapatkan kalimat yang pecah dari rahim kemarahanmu, “Jangan hubungi aku lagi.” Pesanmu. Bertambah kuat gigil ini ketika hujan pecah di badanku, kuyup hati ini dalam galau. Tahukah dirimu, kebencianmu awalnya adalah penjagaanku terhadapmu agar jangan lagi tergelincir, cukuplah. Dirimu memaknai itu sebagai belenggu, yang meruntuhkan keluguanmu menapaki dunia yang licin, berkelok dan penuh pendakian. Bagiku dirimu adalah bayi yang masih merah, dan rapuh. Maka kalimatku yang berpalung menengelamkan hari-harimu, adalah nyanyian jiwaku yang acak dan liar. Bagiku itu merdu, bagimu sebuah ejekan. Kita memang berbeda, segalanya. Perasaan dan tujuan hidup. Satu yang tidak berbeda dan tidak akan berubah, hanya perasaanku terhadap dirimu. Meski air liurmu menumpahiku dengan serapah. Aku diam seperti Romoe, yang mati-kaku dalam genangan racun kebencian dan amarah “sang lain”.

2/
Aku mengenal dirimu tak cukup lama, namun cukup untuk memahami perasaanku yang bergejolak seperti zaman yang bergelombang, riuh. Aku tak bisa menenggelam diri pada hatimu yang bertirai, dihijabi oleh “sang lain” dengan “keterdahuluan” dan “keterakhiran yang nisbi”. Aku hanya bisa bermain sendiri, dengan begitu acak, gila, dan gigil yang menyerang persendianku. Hampir hatiku mati. Seperti ditumpahi racun yang tak bersisilah kejahatan, wujudmu membunuh naluriku untuk beranjak dan berpindah ke hati yang lain. Lumpuh aku dalam wujudmu. Kau tahu itu, tapi berpaling darinya seperti angin laut di Pantai Selatan, dan meninggalkan bibir pantai, tak bergeming dan terus berlalu. Salahku karena mengartikan wujudmu sebagai benih. Utuhnya tidak, seperti debu dan aku bernafas di dalamnya, menyisakan sesak yang belum terlerai. Hatta, wujudku sirna terhalang jarak dan citramu buyar karena diam dan kebisuan, seperti malam tanpa apapun. Hening. Kita sama-sama menghabiskan riwayat, sama-sama menenggelamkan diri dalam sejarah, yang tersisa hanya remah-remah.[]
28/Nov/2011-Pukul 20.03

Demangan Baru

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Socialism; An Overview

Muhammad Sholihin, Dari Kegelisahan Terbitlah “Api Paderi”