HOROR KETAMAKAN GLOBAL


Oleh Muhammad Sholihin


David Harvey (April/2009) pernah ditanya, “apakah sektor properti akan menjadi sektor kedua terbesar dalam ekonomi, menggantikan sektor manufaktur?” David Harvey terdiam, sebelum menjawab pertanyaan ini. Dirinya bimbang. Ia melihat satu sisi, dukungan sektor finansial terhadap sektor bisnis properti cukup pontensial dan mampu menciptakan lapangan kerja. Tetapi di sisi lain, bank tak akan mampu mengendus genetik ketamakan yang tersembunyi dalam “permainan” bisnis properti ini. Dan AS telah merasakan sakitnya.
Setiap orang, siapapun dia, ketika masuk ke sektor bisnis, dirinya berpotensi menjadi “penyihir baru” yang berburu atmosfer keuntungan. Penyihir-penyihir atmosfer keuntungan ini tanpa hati, rela mengorbankan perbankan hanya untuk mendapatkan dana segar. Kofi Annan (29/04/09) pernah berkomentar, “bank akan sulit mendapatkan kembali dana mereka yang telah cair dan jatuh ke tangan-tangan penyihir-penyihir ini”.
Di Inggris saja, miliaran poundsterling telah dikeluarkan oleh bank, termasuk oleh Royal Bank of Scotland dan HBoS untuk kemudian disulap oleh penyihir-penyihir itu di berbagai sektor properti fiktif. Perbankan bagaikan kena hipnotis, tidak mampu mengendus sistem fiktif yang berada di balik sektor properti. Bagaimana penyihir-penyihir, seperti yang diistilah oleh Kofi Annan ini mengubah sistem fiktif itu?

Menyembunyikan Ketamakan
“Greed is good”, Kata Gardon Gekko dalam sebuah adegan di film “Wallstreet”, dengan setting waktu 1987.  Tak lama berselang, Wallstreet mengalami goncangan hebat. Saham-saham yang tadinya tumbuh subur dengan buah keuntungan yang ranum, tiba-tiba bertumbangan. Gardon Gekko bingung. Tesisnya tentang ketamakan itu baik, hancur bersama goyahnya wallstreet.
Berbanding terbalik dengan Gardon Gekko, Kofi Annan menjungkir-balikan tesis tokoh “tamak” dalam film wallstreet itu. Menurut Kofi Annan, “Ketamakan telah menjadi penyumbang gelap bagi krisis ekonomi dan ancaman yang berbahaya bagi sektor finansial.” Tesis Kofi Annan ini terbukti ketika tahun 2008-2009, persis ketika Amerika Serikat mengalami krisis finansial dengan hebatnya.
Krisis di Amerika Serikat akarnya adalah kemacetan dalam subprime mortgage (bisnis perumahan). Akhirnya merontokkan imunitas keuangan AS.  Pialang-pialang di Wallstreet, berjatuhan. Salah satunya adalah gurita investasi AS, Lehman Brothers yang terpaksa membuang malu dan mengumumkan kebangkrutannya.
Terjungkalnya wallstreet AS, membuat nilai asset lembaga keuangan berguguran. Investor AS stress karena uangnya raib. Uang para pensiuan yang diinvestasikan di AS pun menguap. Parahnya, 2,5 juta warga AS rumahnya disita karena tak mampu membayar cicilan kredit. Penganguran bertambah, seiring gelombang pemutusan hubungan kerja. Ini adalah akibat dari jurus hitam yang digunakan oleh para penyihir-penyihir finansial. Efek buruknya tak terduga, dan tiba-tiba.
Penyihir-penyihir finansial mengelabui perbankan dengan begitu gampang. Sedikit saja “buble” dalam sektor properti, sektor finansial dengan mudah mengelontorkan dana pinjaman pada penyihir-penyihir itu. Kendati tingginya sistem uji kelayakan kredit, tetapi canggihnya instrumen pengujian itu tak cukup mampu mengendus “ketamakan” yang disembunyikan dibalik “buble”-nya satu sektor bisnis, seperti bisnis properti yang terjadi di AS rentang waktu 2008-2009.
Penyihir-penyihir pemburu atmosfer keuntungan, tumbuh dengan sehat dalam sistem ekonomi yang memberikan peluang bagi bertahannya ketamakan. Kapitalisme dengan kebebasan yang tak terbatas. Sosialisme dengan hyper-intervensi negara. Keduanya sama-sama membiakkan ketamakan dalam sistem ekonomi. Krisis, dan tingginya tingkat stress investor menjadi cabaran yang tak terelakkan ketika ketamakan itu mengurita.
Ketamakan bagaikan parasit. Ia tidak hanya tumbuh dalam sistem ekonomi yang bebas, tak dibarengi oleh daya kebertuhanan. Tetapi dalam sistem negara, ketamakan bermutasi secara gradual dengan bermacam-macam bentuk. Korupsi; transaksional kekuasaan; hingga pragmatisme politik menjadi wajah-wajah ketamakan. Pemain utamanya tetaplah para penyihir-penyihir pencari atmosfer keuntungan. Bagaikan duri dalam daging. Kerja buruk mereka tersamarkan dalam sistem yang canggih. Bahkan nyaris tak terendus. Pertanyaannya, bagaimana melawan penyihir-penyihir tamak ini?

Melawan Ketamakan
Melawan ketamakan global tidak akan efektif hanya dengan kerasnya aturan (regulasi) oleh negara, seperti yang ditawarkan oleh Kofi Annan. Perlu sinergi antara aturan dan doktrin universal. Butuh negara yang kuat dan agama yang membumi. Sebab doktrin agama lah yang membentuk karakter aktor-aktor ekonomi berketuhanan. Sedangkan negara melahirkan punisment dan digerakkan oleh apparatus yang kuat dan berani, tak pilih kasih menegakkan hukum.
Hukum terhadap penyihir-penyihir finansial, ditegakkan dengan tegas. Kendati yang menjadi penyihir itu sendiri adalah seorang kader pemimpin bangsa.  Penyihir-penyihir finansial, jika tidak dilawan dengan hukum, tidak hanya membahayakan stabilitas ekonomi tetapi mengacaukan formasi sosial-politik dan budaya-ekonomi. Ia tumbuh bagaikan parasit, menularkan virus-virus ketamakan. Akhirnya satu bangsa akan mengarah menjadi sebuah entitas bangsa tanpa negara. Ketakhadiran negara dalam setiap parade ketamakan yang dipertontonkan.
Dalam bentuk lain, negara yang kuat membutuhkan suplai energi yang universal. Sebuah doktrin yang tumbuh dan bersumber dari agama-agama. Pendek kata, perlu kesatuan doktrinal bahwa ketamakan, apapun bentuknya harus dipangkas. Tidak satu agamapun yang mengajarkan pemeluknya untuk tamak.
Dalam Islam, Imam Muslim pernah meriwayatkan, “Telah sukses orang yang beriman dan memperoleh rezeki yang kecil dan hatinya pun akan disenangkan Allah dengan pemberianNya itu.” Dalam tradisi Budha diingatkan bahwa dalam krisis manusia harus bertindak seolah-olah turbannya terbakar. Maknanya, bahwa ketamakan struktural telah menjadi inti dari segala krisis, baik ekonomi maupun sosio-politik. Maka doktrin agama-agama mendapatkan tempat strategis untuk menjadi wahana dialogis antara negara, elit agama, umat beragama untuk bercermin dari doktrin agama-agama dan memantulkannya sebagai sebuah laku melawan ketamakan global. Sebelum ketamakan global, benar-benar menjadi horor yang menakutkan.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Socialism; An Overview

Gigilku

Muhammad Sholihin, Dari Kegelisahan Terbitlah “Api Paderi”