Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2011

Bersamamu

Puisi : Muh. Sholihin Tidak sekali aku titipkan kata, bahwa engkau adalah jingga. Aku menari di bawah cakrawala kemerahan itu, sambil mendeburkan bait-bait rasa untukmu. Pun kau adalah cakrawala yang memberikan aku mata hati Telah kau sirami hatiku yang mati, layuh menjadi sesegar tumbuhan perdu ketika embun menyapu kelopaknya. Aku kembali bersemi setelah nestapa merampas keberanianku untuk memunajatkan cinta. Hatiku riuh dalam setiap peristiwa yang kau gubah bersamaku, dengan jentik-jentik tawa dan tanggis. Dalam setiap tetesan keringat bahagia dan keringat duka, kita sama-sama mentasbihkan diri, hingga detak berhenti tanpa nada, hanya dengkuran cintaku yang tersisa untukmu. Membuai malam, hingga pagi menjelang. Telah aku zikirkan cinta sepanjang malam, untukmu. Tahukah, Selarik peristiwa denganmu adalah semacam simfoni yang menghentakkan aku masuk ke dalam labirin. Aku tersesat di dalamnya dan tak mampu lagi keluar hingga aku benar-benar mati...

Gigilku

GIGILKU Oleh Muh. Sholihin 1/ Gigil ini masih berlarut, setelah mendapatkan kalimat yang pecah dari rahim kemarahanmu, “Jangan hubungi aku lagi.” Pesanmu. Bertambah kuat gigil ini ketika hujan pecah di badanku, kuyup hati ini dalam galau. Tahukah dirimu, kebencianmu awalnya adalah penjagaanku terhadapmu agar jangan lagi tergelincir, cukuplah. Dirimu memaknai itu sebagai belenggu, yang meruntuhkan keluguanmu menapaki dunia yang licin, berkelok dan penuh pendakian. Bagiku dirimu adalah bayi yang masih merah, dan rapuh. Maka kalimatku yang berpalung menengelamkan hari-harimu, adalah nyanyian jiwaku yang acak dan liar. Bagiku itu merdu, bagimu sebuah ejekan. Kita memang berbeda, segalanya. Perasaan dan tujuan hidup. Satu yang tidak berbeda dan tidak akan berubah, hanya perasaanku terhadap dirimu. Meski air liurmu menumpahiku dengan serapah. Aku diam seperti Romoe, yang mati-kaku dalam genangan racun kebencian dan amarah “sang lain”. 2/ Aku menge...